Search This Blog

Tuesday, July 13, 2010

Sebutkan Hak Asasi Si Tertuduh Sehubungan
dengan Proses Peradilan

Paper Halaqoh
Disajikan pada hari Sabtu tanggal 20 Februari 2010

Pembimbing:
Prof. Dr. Kyai H. Achmad Mudlor,SH.

Oleh
Aniqul Mutho’
Mahasiswa Semester IV Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Tekhnologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang




Halaqoh Ilmiah
Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang
Februari 2010

A. Pendahuluan

Hak asasi manusia adalah hak kodrati yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi kehormatan serta dilindungi harkat dan martabat kemanusiaannya, sehingga tidak seorang ataupun kekuasaan apapun boleh merampasnya. Universal Declaration of Human Rights (UDHR) merupakan konsepsi Hak Asasi Manusia dan telah diakui secara universal yang merupakan standar perlakuan terhadap para pelanggar hukum. Hal ini mengandung pengertian bahwa secara internasional adanya pengakuan atas perlindungan terhadap hak asasi seorang tersangka/tertuduh/terdakwa.
Mengingat pada dasarnya bahwa penahanan adalah perampasan terhadap hak kebebasan bergerak seseorang sehingga harus dilaksanakan dengan penuh kehati – hatian dan sesuai dengan ketentuan yang ada. Penahanan sebagai upaya paksa, tidak dengan sendirinya menghilangkan harkat dan martabat tersangka/tertuduh/terdakwa. tidak pula, dapat melenyapkan hak – hak asasi yang melekat pada dirinya secara keseluruhan. Namun demikian sepanjang yang berkenaan dengan beberapa hak asasi yang berhubungan dengan harkat dan martabatnya serta hak yang perlu untuk melindungi kepentingan pribadinya, tidak boleh dikurangi dan harus dijamin oleh hukum sekalipun dia berada dalam penahanan.
Atas dasar betapa pentingnya untuk selalu menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) itu lah maka perlu sekali sebuah penjelasan agar seseorang yang dituduh telah melakukan tindak kejahatan untuk selalu dilindungi nilai-nilai kemanusiaannya bahkan tak terkecuali bagi seseorang yang telah terbukti melakukan kejahatan. Sehingga dengan demikian diharapkan mampu memberikan rasa keadilan bagi seluruh warga negara yang berurusan dengan hukum. Dengan uraian yang singkat ini pemakala mencoba untuk menguraikan beberapa hak yang harus dipenuhi oleh tertuduh dalam proses peradilan agar mereka diperlakukan seadil-adilnya.


B. Pembahasan

Tertuduh merupakan orang yang dituduh oleh pihak lain melakukan sesuatu yang melanggar hukum, jadi bukan penyelidikan langsung oleh polisi, melainkan diajukan oleh orang lain ke pengadilan. Untuk memberikan kejelasan hukum terhadap tertuduh maka dibutuhkan proses lanjutan hukum yang sampai pada tingkat pengadilan agar nasibnya dapat ditentukan apakah dia bersalah atau tidak. Dari sini dapat dilihat bahwa kondisi psikologis seorang tertuduh akan tertekan sekali akibat tuduhan yang belum tentu benar terhadap apa yang dituduhkan kepadanya. Dalam kondisi yang seperti ini jangan sampai ada hak-hak dari si tertuduh sampai diabaikan hanya karena orang tersebut tersangkut masalah hukum, padahal bisa saja ia (tertuduh) tidak bersalah.
Hukum atau yang lebih kita kenal dengan Equality before the law, asas Principle of Legality, proses peradilan yang terbuka atau menurut bahasa Belanda disebut sebagai openbaarheid van heit process dan tidak memihak atau fair trial, serta asas praduga tak bersalah atau Presumption of innocence. Konsep perlindungan terhadap tertuduh jika dikaitkan dengan Sistem Peradilan Pidana menunjukan bahwa Sistem Peradilan Pidana di Indonesia menganut Sistem Akusatur dengan pendekatan pada Due Process Model dimana tertuduh tidak lagi dipandang sebagai objek pemeriksaan dan kekusaan dominan tidak lagi berada pada Legislatif melainkan kekuasaan dominan terletak pada kekusaan Yudikatif dan selalu mengacu pada konstitusi.
Pemberian beberapa hak-hak tertentu kepada tertuduh dalam proses penyelesaian perkara pidana merupakan salah satu inovasi dalam KUHAP sebagai ketentuan hukum acara pidana. Inovasi tersebut dapat bersumber kepada Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, yaitu tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang seperti diketahui, tidak saja mengandung restorasi terhadap kekuasaan kehakiman yang bebas, tetapi juga mengandung kerangka umum atau general framework dari lingkungan peradilan yang ada dengan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi dan asas-asas mengenai Hukum Acara Pidana (Oemar Seno Adji, 1985: 31).
Salah satu hak yang diberikan kepada tertuduh dalam proses penyelesaian perkara pidana adalah hak untuk mendapatkan bantuan hukum, di samping beberapa hak lainnya seperti mendapat pemeriksaan, hak untuk diberitahukan kesalahannya, hak untuk segara diajukan ke pengadilan, hak untuk mendapatkan putusan hakim yang seadil-adilnya, hak untuk mendapat kunjungan keluarga dan lain-lain.

Berikut lebih lanjut beberapa hak asasi bagi si tertuduh dalam proses peradilan:
1. Tertuduh berhak segera diadili oleh pengadilan. Diberikannya hak kepada tertuduh dalam masalah ini tidak lain hanya untuk menjauhkan kemungkinanan terkatung-katungnya nasib seorang yang dituduh melakukan tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan, jangan sampai lama tidak mendapat pemeriksaan sehingga dirasakan tidak adanya kepastian hukum, adanya perlakuan sewenag-wenang dan tidak wajar, selain itu juga untuk mewujudkan peradilan yang dilakukan dengan sederhanana, cepat dan biaya ringan.
2. Tertuduh berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang dituduhkan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai. Dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang dituduh melakukan tindak pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya dituduh telah dilakukan olehnya, maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan perisapan dalam usaha pembelaan. Dengan demikian ia akan mengetahui berat ringan tuduhan terhadap dirinya sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya ia mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan tersebut.
3. Tertuduh yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak.
4. Tertuduh berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
5. Tertuduh berhak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian. Ketentuan ini adalah penjelmaan dari asas “praduga tak bersalah”. Dalam kasus ini bahwasanya tertuduh tidak dituntut untuk membuktikan kalau dirinya bersalah akan tetapi jaksa penuntut umumlah yang harus membuktikan si tertuduh itu bersalah.
6. Tertuduh berhak untuk menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi kepada seseorang yang telah menuduh telah berbuat perkara yang bertentangan dengan hukum jika putusan pengadilan menjatuhkan vonis tidak bersalah bagi si tertuduh.
7. Tertuduh berhak untuk memperoleh bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Para penegak hukum tidak boleh melarang jika ada salah seorang atau lebih penasehat hukum untuk memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma.
8. Tertuduh berhak untuk mendapat kunjungan keluarga selama dalam penahanan. Dalam proses pemeriksaan para aparat penegak hukum tidak boleh melarang anggota keluarga dari pihak tertuduh untuk mengunjunginya. Tidak hanya bagi anggota keluarga sajaakan tetapi seseorang yang ingin mendudung terhadap tertuduh yang ingin memberikan support. Termasuk juga menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan yang ingin membesarkan hatinya.

Jadi itu semua merupakan beberapa hak asasi yang wajib diperoleh bagi seseorang yang telah dituduh melakukan perbuatan melawan hukum. Tidak serta merta-merta orang tersebut dihilangkan hak-haknya untuk memperoleh keadilan, bahkan menghapuskannya sedikitpun tidak diperbolehkan dalam undang-undang tentang hak asasi manusia. Dalam prakteknya biasanya terdapat lembaga khusus yang bekerja untuk mengawasi praktek penegakan HAM di suatu negara misalnya di Indonesia terdapat lembaga Komnas HAM. Hal ini sebagai wujud dari usaha agar penegakan HAM dapat dijalankan dengan baik.

C. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa menjunjung tinggi akan nilai-nilai kemanusiaan terhadap seseorang itu wajib dimata hukum dalam suasana dan keadaan apapun meskipun orang tersebut dituduh telah melakukan tindak perbuatan melawan hukum. Hal ini untuk memberikan rasa keadilan bagi seluruh warga negara dalam situasi dimana dia berada. Termasuk dalam pembahasan ini yakni orang yang dituduh melakukan tindak pidana karena seorang tertuduh itu boleh jadi terbukti melakukan kejahatan atau tidak. Boleh dikata hak asasi merupakan harga mutlak yang tidak boleh ditawar karena itu sebagai pemberian oleh Tuhan Yang Maha Kuasa yang melekat dalam diri seseorang, dengan berbagai alasan apapun seseorang tidak boleh mengganggu gugat.


Daftar Rujukan

Kansil, 1988. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Seno Adji, Oemar. 1994. KUHAP Sekarang. Jakarta: Erlangga.

Thursday, July 8, 2010

MAKALAH
SEJARAH PERADAPAN ISLAM

INTERAKSI ANTARA TRADISI LOKAL, HINDU-BUDHA
DAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA PERKEMBANGAN ISLAM

Dosen Pembimbing:
Teguh Setiabudi,M.Hi


Oleh:
Aniqul Mutho’(08620039)











JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Juni 2010



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Islam sebagai ajaran yang bersumber kepada Al-Qur’an dan hadist merupakan satu kesatuan ajaran yang utuh yang diyakini masyarakat pemeluknya sebagai petunjuk dan pedoman hidup, tetapi ketika ajaran ini bersentuhan aneka budaya yang hidup di tengah masyarakat luas, yang berbeda dari satu bangsa ke bangsa lain, dari satu negara ke negara lain, maka “wajah” islam menjadi beragam pula. Ini karena adanya adaptasi, asimilasi, dan interpretasi yang berbeda oleh masing-masing penganut islam disesuaikan konteks waktu dan kebutuhan lokal mereka.
Perkembangan agama Islam di Indonesia yang berlangsung secara evolutif telah berhasil menanamkan akidah Islamiah dan syari’ah shahihah, memunculkan cipta, rasa, dan karsa oleh pemeluk-pemeluknya. Sebelum kedatangan Islam, masyarakat telah memeluk agama yang berkembang secara evolutif pula, baik dari penduduk asli (yang menganut animisme, dinamisme, veteisme, dan sebagainya) maupun pengaruh dari luar (Hindu-Budha). Yang menarik, unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan tersingkir dengan sendirinya, sedangkan yang baik yang mengandung unsur-unsur kepatutan dan kepantasan, hidup secara berdampingan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, penyusun akan mencoba mengkaji, menganalisa interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia pada masa perkembangan Islam, baik meliputi nilai-nilai peninggalan budaya lokal yang sudah merekat erat pada hati masyarakat Indonesia.







1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa sajakah nilai-nilai peninggalan budaya lokal, Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia?
2. Bagaimana percampuran budaya lokal, Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia?
3. Bagaimana kontroversi para ulama’ terhadap percampuran budaya Hindu-Budha dan Islam dalam aplikasi ajaran Islam di Indonesia?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan disusunya makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai peninggalan budaya lokal, Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia.
2. Untuk mengetahui budaya lokal, Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia.
3. Untuk memahami kontroversi para ulama’ terhadap percampuran budaya Hindu-Buddha dan Islam dalam aplikasi ajaran Islam di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Nilai-nilai peninggalan budaya lokal, Hindu-Budha dan Islam
Sistem kebudayaan terdiri atas nilai-nilai budaya berupa gagasan yang sangat berharga bagi proses kehidupan. Oleh karena itu, nilai budaya dapat menentukan karakteristik suatu lingkungan kebudayaan, di mana nilai tersebut dianut. Nilai budaya langsung atau tidak langsung akan diwarnai oleh tindakan-tindakan masyarakatnya serta produk kebudayaan yang bersifat materiil.
Ketika Islam masuk di Indonesia, masyarakatnya sudah mempunyai kebudayaan yang amat kuat. Kebudayaan ini merupakan manifestasi kepercayaan Hindu-Budha. Seperti pemujaan terhadap leluhur, dalam Hindu-Budha pemujaan pada leluhur menggunakan kemenyan, sesaji, kemudian dibacakan mantra-mantra. Setelah Islam datang, ritual tersebut tidak dihilangkan sama sekali, tetapi disisipi dengan nilai-nilai Islam seperti Yasinan, Tahlilan, sesajen yang mulanya disertai mantra, kemudian dalam selametan dialihkan untuk membaca kalimah thayyibah dan sebagainya.
Setelah masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.
Untuk lebih memahami wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi dapat anda simak dalam uraian berikut ini:
1. Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana.

Gambar 1.1. Masjid Aceh merupakan salah
satu masjid kuno di Indonesia.

Wujud akulturasi dari masjid kuno seperti yang tampak pada gambar 1.1 memiliki ciri sebagai berikut:
a. Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
b. Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia.
c. Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam.
Bangunan istana arsitektur yang dibangun pada awal perkembangan Islam, juga memperlihatkan adanya unsur akulturasi dari segi arsitektur ataupun ragam hias, maupun dari seni patungnya contohnya istana Kasultanan Yogyakarta dilengkapi dengan patung penjaga Dwarapala (Hindu).
2. Seni Rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian, misalnya ragam hias pada gambar 1.2 ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.

Gambar 1.2 Kera yang disamarkan

3. Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran. Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia.
Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu. Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b. Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.

4. Sistem Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu ataupun Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.

5. Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan. Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.

Untuk mengetahui bentuk kalender jawa tersebut, silahkan Anda amati gambar 1.3 berikut ini.

Gambar 1.3 Kalender Jawa

Sejak awal budaya yang dihasilkan pada masa Hindu-Budha bersifat terbuka untuk menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah wajar jika kebudayaan bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memuat). Agama Hindu-Budha di negeri asalnya justru saling bermusuhan, tetapi keduanya dapat dipersatukan menjadi konsep agama yang sinkretis, yaitu agama ‘Syiwa-Budha’.
Pada zaman Hindu-Budha diperkenalkan konsep dewa-raja atau raja titising dewa. Ini berarti bahwa rakyat harus tunduk pada kedudukan raja untuk mencapai keselamatan dunia akhirat. Agama diintegrasikan ke dalam kepentingan kerajaan/kekuasaan. Kebudayaan berkisar pada raja, tahta, dan keraton. Raja dan kehidupan keraton adalah puncak peradaban pada masa itu.”

2.2 Percampuran Budaya lokal, Hindu-Budha, dan Islam
Percampuran diawali dengan datangnya budaya dari luar. Perlu ditegaskan terlebih dulu, pengertian budaya yang digunakan pada tulisan ini mengacu pada pendapat Kathy S. Stolley. Menurutnya, budaya terbangun dari seluruh gagasan (ide), keyakinan, perilaku, dan produk-produk yang dihasilkan secara bersama, dan menentukan cara hidup suatu kelompok. Budaya meliputi semua yang dikreasi dan dimiliki manusia tatkala mereka saling berinteraksi
Selain itu, budaya juga dapat dibedakan menurut komponen material dan nonmaterial yang menyusunnya. Komponen material misalnya makanan, teknologi, pakaian, rumah, dan sejenisnya. Sementara komponen nonmaterial termasuk bahasa, nilai, keyakinan, tata perilaku, dan sejenisnya.
Budaya tidak statis melainkan dinamis. Budaya baru, apapun itu, tatkala memasuki suatu ranah budaya lain akan mengalami proses percampuran. Wujud akulturasi budaya Hindu-Budha di Indonesia sebagai berikut:
1. Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa sansekerta yang dapat ditemukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta tersebut memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu - Budha pada abad 5-7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 - 13 M. Sedangkan untuk aksara, dapat dibuktikan dengan adanya penggunaan huruf Pallawa, tetapi kemudian huruf Pallawa tersebut juga berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno (James.2009)
2. Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu - Budha ke Indonesia, maka masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Tetapi agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme, atau dengan kata lain mengalami Sinkritisme.
Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu - Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut misalnya dapat Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
3. Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat dilihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India. Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun temurun. Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Hari-hari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Permerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi pada masa berlangsungnya kerajaan Majapahit, dalam hal pengangkatan Wikramawardana. Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.
4. Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M.
Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala. Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi = 1, maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.
5. Peralatan Hidup dan Teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan. Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan dimana bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka. Di samping itu juga dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang menyangkut lambang jasmaniah raja yang disebut dengan Pripih. Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.

Gambar 1.4 Candi Jago
Dilihat dari gambar candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden berundak- undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di dalamnya terdapat sumuran candi, di mana di dalam sumuran candi tersebut tempat menyimpan pripih (lambang jasmaniah raja Wisnuwardhana).
6. Kesenian
Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan . Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha. Contoh dapat Anda amati gambar 1.5.

Gambar 1.5 Relief Candi Borobudur
Gambar 1.5 adalah relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang, hal ini menunjukkan bahwa relief tersebut mengambil kisah dalam riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara.
Pasca percampuran tersebut, muncul suatu budaya jenis “baru” yang khas. Ia sulit disamakan begitu saja dengan yang “lama” atau “baru.” Proses percampuran budaya ini dinamakan sinkretisasi. Demikian pula budaya Hindu dan Buddha ini, selain mempertahankan wujud-wujud aslinya, juga menampakkan pengaruh budaya “asli” Indonesia.
2.2.1 Pengaruh Percampuran Budaya
Penggunaan istilah “pengaruh Hindu-Buddha” pun kiranya kurang tepat. Istilah ini sesungguhnya hendak memberikan gambaran beberapa pengaruh yang diberikan orang-orang India atau Cina yang datang dan melakukan kontak dengan penduduk kepulauan Indonesia. Kebetulan, orang-orang India dan Cina yang melakukan kontak-kontak tersebut mayoritas beragama Hindu dan Buddha. Di masa-masa awal ini, Islam belumlah lagi berdiri selaku sebuah agama secara formal.
Tulisan ini pun sengaja tidak bercorak historiografis yang ketat pada dimensi kronologis suatu peristiwa. Tulisan ini lebih condong pada identifikasi sejumlah komponen material dan nonmaterial budaya yang berasal dari tradisi Hindu-Buddha. Komponen-komponen tersebut selain punya bentuk asli juga punya dimensi sinkretis hasil percampurannya dengan kebudayaan yang berkembang di Indonesia sebelumnya.
Pengaruh Hindu-Buddha bukan pada tataran agama belaka. Pengaruh tersebut meliputi baik bahasa, bangunan, teknologi, aksara, politik, ataupun sistem sosial. Kendati sekurangnya telah teridentifikasi pengaruh awalnya sejak tahun 400-an Masehi, pengaruh Hindu-Buddha tetap dapat diidentifikasi di kehidupan Indonesia kontemporer saat ini. Jill Forshee bahkan mencatat, sejak abad pertama Masehi telah tercatat kontak-kontak antara masyarakat asli Indonesia dengan India juga Cina. Kontak ini terutama melalui jalur hubungan laut.
a. Bahasa
Sanskerta adalah bahasa yang dibawa oleh orang-orang India, sementara Pallawa adalah huruf yang digunakan selaku tulisannya. Sanskerta secara genealogis termasuk rumpun bahasa Indo Eropa. Termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo Eropa adalah bahasa Jerman, Armenia, Baltik, Slavia, Roman, Celtic, Gaul, dan Indo Iranian. Di Asia, rumpun bahasa Indo Iranian adalah yang terbesar, dan termasuk ke dalamnya adalah bahasa Iranian dan Indo Arya. Sanskerta ada di kelompok Indo Arya.2
Mengenai fungsinya, Sanskerta adalah bahasa yang dipergunakan dalam disiplin agama Hindu dan Buddha. Dari sana, Sanskerta kemudian meluas penggunaannya selaku bahasa pergaulan dan dagang di nusantara. James T. Collins mencatat signifikansi penggunaan bahasa Sanskerta di nusantara. Menurutnya, ikatan antara bahasa Melayu (cikal-bakal bahasa Indonesia) sudah ratusan tahun. Ini ditandai bahwa sejak abad ke-7 para penganut agama Buddha di Tiongkok sanggup berlayar hanya untuk mengunjungi pusat ilmu Buddha di Sriwijaya (Sumatera Selatan).3
Kunjungan ini akibat masyhurnya nusantara sebagai basis pelajaran agama Buddha dan bahasa Sanskerta. I-Ching, seorang biksu Buddha dari Tiongkok bahkan menulis 2 buku berbahasa Sanskerta di Palembang. Ia menasihati pembacanya agar singgah di Fo-shih (Palembang) untuk mempelajari bahasa dan tata bahasa Sanskerta sebelum melanjutkan perjalanan mereka ke kota-kota suci Buddha di India.4 I-Ching mengutarakan bahwa di Palembang sendiri terdapat 1000 orang sarjana Buddha yang rata-rata adalah orang lokal Indonesia.
Posisi Sriwijaya sebagai basis pendidikan bahasa Sanskerta membuat pengaruh bahasa tersebut jadi signifikan “menular” lewat perdagangan. Seperti diketahui, Sriwijaya adalah kerajaan yang basis ekonominya perdagangan oleh sebab berlokasi di pesisir Laut Jawa dan dekat dengan Selat Malaka.
Bahasa Sanskerta yang dibawa dari India, setelah masuk ke Indonesia berangsur-angsur mengalami perubahan. Di Jawa misalnya, bahasa hasil asimilasi Sanskerta dengan budaya lokal lalu dikenal dengan Kawi. Bahasa Kawi atau juga dikenal sebagai Jawa Kuno kemudian menyebar ke pulau lain. Di Sumatera Barat bahasa ini berkembang lewat kekuasaan raja-raja vassal Jawa semisal Adityawarman. Namun, sulit dipungkiri bahwa bahasa Kawi dipengaruhi secara besar oleh bahasa Sanskrit.
Saat itu pula, nusantara dikenal dengan penggunaan 3 bahasa yang punya fungsi sendiri-sendiri. Pertama bahasa Jawa Kuna sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, Melayu Kuna sebagai bahasa perdagangan, dan Sanskerta sebagai bahasa keagamaan. Di era Hindu-Buddha jadi mainstream di nusantara, Sanskerta merupakan kelompok bahasa “tinggi” yang dipakai dalam kepentingan keagamaan maupun bahasa formal suatu kerajaan. Bahasa ini cukup "elitis" layaknya bahasa Yunani dan Latin pada Abad Pertengahan Eropa.
Pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu pun juga terjadi. Bahasa Melayu ini merupakan lingua-franca yang dipergunakan dalam hubungan dagang antarpulau nusantara. Bahasa Melayu juga kelak menjadi dasar dari berkembangnya bahasa Indonesia selaku bahasa persatuan. Sebab itu, dapat pula dikatakan bahasa Sanskerta ini sedikit banyak punya pengaruh pula terhadap bahasa Indonesia.
b. Arsitektur
Arsitektur atau seni bangunan ala masa Hindu-Buddha juga bertahan hingga kini. Meski tampilannya tidak lagi serupa benar dengan bangunan Hindu-Buddha (candi), tetapi pengaruh Hindu-Buddha membuat arsitektur bangunan yang ada di Indonesia menjadi khas. Salah satu ciri bangunan Hindu-Buddha adalah “berundak.” Sejumlah undakan umumnya terdapat di struktur bangunan candi yang ada di Indonesia. Undakan tersebut paling jelas terlihat di Candi Borobudur, bangunan peninggalan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha.
Hal yang khas dari arsitektur candi adalah adanya 3 bagian utama yaitu ‘kepala’, ‘badan’ dan ‘kaki.’ Ketiga bagian ini melambangkan ‘triloka’ atau tiga dunia, yaitu: bhurloka (dunia manusia), bhuvarloka (dunia orang-orang yang tersucikan), dan svarloka (dunia para dewa). Untuk lebih jelasnya, lihat Figure 1. Pengaruh sistem 3 tahap hidup religius manusia ini bertahan cukup lama. Bahkan ia banyak diadaptasi oleh bangunan-bangunan yang dibangun pada masa yang lebih kekinian. Bangunan-bangunan yang memiliki ciri seperti ini beranjak dari bangunan spiritual semisal masjid maupun profan (biasa) semisal Gedung Sate di Bandung.
Arsitektur semacam candi ini sebagian terus bertahan dan mempengaruhi bangunan-bangunan lain yang lebih modern. Misalnya, Masjid Kudus mempertahankan pola arsitektur bangunan Hindu ini. Masjid Kudus aslinya bernama Masjid Al Aqsa, dibangun Jafar Shodiq (Sunan Kudus) tahun 1549 M. Yang unik adalah, sebuah menara di sisi timur bangunan masjid menggunakan arsitektur candi Hindu.
Selain bentuk menara, sisa lain arsitektur Hindu pun terdapat pada gerbang masjid yang menyerupai gapura sebuah pura. Juga tidak ketinggalan lokasi wudhu, yang pancurannya dihiasi ornament khas Hindu.
Banyak hipotesis yang diutarakan mengapa Jafar Shodiq menempatkan arsitektur Hindu ke dalam sebuah masjid. Hipotesis pertama mengasumsikan pembangunan tersebut merupakan proses akulturasi antara budaya Hindu yang banyak dipraktekkan masyarakat Kudus sebelumnya dengan budaya Islam yang hendak dikembangkan. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi Cultural Shock yang berakibat terasingnya orang-orang pemeluk Islam baru sebab tercerabut secara tiba-tiba dari budaya mereka.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa penempatan arsitektur Hindu diakibatkan para arsitek dan tukang yang membangun masjid menguasai gaya bangunan Hindu. Ini berakibat hasil pembangunan mereka bercorak Hindu.
Pengaruh arsitektur Hindu pun terjadi pada bangunan yang lebih kontemporer semisal Gedung Sate yang terletak di Kota Bandung. Gedung Sate didirikan tahun 1920-1924 dengan arsiteknya Ir. J. Gerber. Ornamen-ornamen di bawah dinding gedung secara kuat bercirikan ornament masa Hindu Indonesia. Termasuk pula, menara yang terletak di puncak atas gedung yang mirip dengan menara masjid Kudus atau tumpak yang ada di bangunan suci Hindu di daerah Bali.
Bangunan modern lain yang memiliki nuansa arsitektur Hindu juga ditampakkan Masjid Demak. Nuansa arsitektur Hindu pada masjid yang didirikan tahun 1466 M misalnya tampak pada atap limas yang bersusun tiga (meru), mirip dengan candi dimana bermaknakan bhurloka, bhuvarloka, dan svarloka. Namun, tiga makna tersebut kemudian ditransfer kearah aqidah Islam menjadi islam, iman, dan ihsan.
Ciri lainnya adalah bentuk atap yang mengecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang atap di bawahnya. Atap tertinggi yang berbentuk limasan ditambah hiasan mahkota pada puncaknya. Komposisi ini mirip meru, bangunan tersuci di pura Hindu.


c. Kesusasteraan
Salah satu peninggalan Hindu di bidang sastra yang terkenal adalah Ramayana, Mahabarata, dan kisah perang Baratayudha. Sastra Hindu ini cukup berpengaruh terhadap budaya asli Indonesia semisal wayang. Wayang yang tadinya digunakan sebagai media pemberi nasihat tetua adat terhadap keluarga yang ditinggalkan kini memiliki trend tersendiri. Ia digunakan sebagai basis pengajaran agama dan budaya.
Tokoh-tokoh wayang yang kini terkenal adalah Pandawa Lima (Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula-Sadewa), Kurawa (Duryudana dan keluarganya), Ramayana (Hanoman, Rama, Sinta), ataupun kisah Bagavadgita (wejangan Sri Kresna atas Arjuna sebelum perang). Tokoh-tokoh wayang di atas memainkan peran sentral dalam kesenian wayang Indonesia. Sementara, budaya asli Indonesia coba mengimbanginya dengan hadirkan tokoh-tokoh punakawan semisal Semar, Petruk, Gareng, atapun Bagong. Selaku pengimbang, punakawan kerap mampu menaklukan para tokoh yang berasal dari kesustareraan Hindu. Ini merupakan upaya dari orang Indonesia untuk terus berada dalam posisi dominan terhadap budaya "luar".
Kini, wayang diakui sebagai budaya asli Indonesia dengan segala variannya. Di masa perkembangan Islam, wayang kerap digunakan Sunan Kalijaga guna menyebarkan Islam. Ia menciptakan cerita semisal Jamus Kalimasada, yang menceritakan kalimat syahadat dengan Semar selaku tokoh yang berikan pengajaran kepada Pandawa.
Cerita-cerita yang terkandung di dalam kesusasteraan India di atas memiliki nilai moralitas tinggi. Ia menceritakan pertempuran antara kebaikan melawan kejahatan, kelemahan-kelemahan manusia, dan bakti terhadap orang tua serta Negara. Tradisi sastra Hindu ini justru memperkaya khasanah cerita wayang lokal Indonesia di antaranya dengan menghadirkan tokoh-tokoh serta alur cerita yang sangat variatif. Sisa peninggalah Hindu kini paling jelas terlihat di Bali dan sebagian masyarakat Tengger di Jawa Timur. Bali bahkan menjadi semacam daerah konservasi pengaruh Hindu yang pernah berkembang di kepulauan nusantara. Di Bali, seni bangunan, seni ukir, seni rupa dan tari masih kental nuansa pengaruh peradaban Hindu.

2.3 Kontroversi para Ulama terhadap percampuran budaya lokal, Hindu-Buddha, dan Islam dalam aplikasi ajaran Islam di Indonesia
1. Akulturasi Budaya Islam Indonesia
Masjid Demak adalah contoh konkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi itu. Ranggon atau atap yang berlapis pada masa tersebut diambil dari konsep 'Meru' dari masa pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Hal ini berbeda dengan Kristen yang membuat gereja dengan arsitektur asing, arsitektur Barat. Kasus ini memperlihatkan bahwa Islam lebih toleran terhadap budaya lokal. Contoh konkrit yang lain adalah adalah berkembangnya Islam Kejawen.

2. Pro Kontra Islam Lokal
Sebuah peraturan Hukum Islam tidaklah terlepas dari nilai-nilai konsktektual peradaban. Hukum-hukum yang berbeda tidak harus dilarang. Karena ijtihad sendiri merupakan upaya berpikir keras terhadap kehidupan keagamaan. Ungkapan populer dalam dunia ushul fikih ”Sebuah Ijtihad akan menuai dua pahala kalau benar dan satu pahala kalau salah”. Tidak jarang akulturasi Islam dan Budaya setempat di Indonesia dipandang tidak sesuai dengan hukum Islam oleh satu pihak dan dipandang tidak bertentangan oleh pihak lain.

3. Sastra Islam Lokal Indonesia
Berbicara mengenai sastra Islam di Indonesia, hampir selalu mengundang polemik. Polemik tersebut bahkan tak beranjak dari hal yang itu-itu juga, yaitu pro dan kontra mengenai apa yang disebut sebagai `pengkotak-kotakan sastra', serta masalah definisi dan kriteria sastra Islam. Uniknya, pihak yang tidak
setuju dengan istilah atau konsep `sastra Islam' justru didominasi oleh kalangan
muslim sendiri, bahkan pernah ada yang berpendapat bahwa sastra Islam adalah sesuatu yang utopis.


4. Resolusi Konflik: Kontribusi Islam Lokal dalam penyelesaiannya
Sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh Islam di Indonesia mampu menyelesaikan konflik secara damai seperti Mbah Muttamakin, namun tokoh-tokoh muslim Indonesia banyak juga yang terlibat dalam peperangan dalam menyelesaikan konflik.

























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah tentang interaksi antara tradisi Hindu Buddha dan Islam di Indonesia pada masa perkembangan islam, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai peninggalan budaya lokal, Hindu-Budha dan Islam di Indonesia berupa seni bangunan (bangunan masjid, makam, istana), seni rupa (Seni ukir relief yang menghias Masjid), aksara (seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran ) dan seni sastra (hikayat, babad, suluk, primbon).
2. Percampuran Budaya lokal, Hindu-Budha, dan Islam Percampuran diawali dengan datangnya budaya dari luar. Budaya tidak statis melainkan dinamis. Budaya baru, apapun itu, tatkala memasuki suatu ranah budaya lain akan mengalami proses percampuran.
3. Kontroversi para Ulama’ terhadap percampuran budaya lokal, Hindu Buddha dan Islam dalam aplikasi ajaran islam di Indonesia, Meliputi: Akulturasi Budaya Islam Indonesia, Pro Kontra Islam Lokal, Sastra Islam Lokal Indonesia, Resolusi Konflik: Kontribusi Islam Lokal dalam penyelesaiannya.
DAFTAR PUSTAKA

(Adaptasi) Pengaruh Bahasa Sanskerta oleh Bahasa Melayu Kuna dalam http://culture.melayuonline.com/?a=SlRSWi9xUksvQVRVY01rZQ%3D%3D%3D&l=(adaptation-the-influence-of-sanskrit-on-(ancient-malay〈=Indonesia download tanggal 2 Mei 2009.
James T. Collins, Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu, (Jakarta: KPG, 2009) h.23.
Kathy S. Stolley, The Basics of Sociology, (Connecticut: Greenwood Press, 2005).
Kayato Hardani, Peristiwa Diglosia dalam Masyarakat Jawa Kuna: Suatu Interpretasi Linguistis atas Kehadiran Unsur Serapan Bahasa Sanskerta di dalam Prasasti Bahasa Jawa Kuna Abad 9-10 Masehi, (Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, tt) h.3.
Koentjaraningrat, Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, Cet.22, 2007) h. 21.

Masjid Agung Demak: Jejak Trowulan di Tanah Rawa dalam http://www.gatra.com/2001-12-26/versi_cetak.php?id=13523 download tanggal 3 Mei 2009.

Bizawie, Milal, Zainul. 2002. Perlawanan Kultural Agama Rakyat. Yogyakarta:Samha

Hamka. 1961. Sejarah Ummat Islam IV. Jakarta: Bulan Bintang

Hidayat, Komaruddin. 2006. Menjadi Indonesia 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara. Jakarta: Mizan

James T, Collins. 2008. Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu. Jakarta: KPG
Kathy S, Stolley. 2005. The Basics of Sociology. Connecticut: Greenwood Press
Koentjaraningrat. 2003. Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Kayato Hardani. 2006. Peristiwa Diglosia dalam Masyarakat Jawa Kuna: Suatu Interpretasi Linguistis atas Kehadiran Unsur Serapan Bahasa Sanskerta di dalam Prasasti Bahasa Jawa Kuna Abad 9-10 Masehi. Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Steenbrink. 1984. Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19. Jakarta: Bulan Bintang

Wednesday, July 7, 2010

KEAJAIBAN SPERMA DALAM MENEMBUS SEL TELUR

Sperma dalam Al Qur’an
Sperma manusia merupakan salah satu bagian dalam system reproduksi manusia, tanpa adanya sperma mustahil kehidupan manusia dapat berlangsung. Maka dari itu menarik sekali untuk diangkat dalam sebuah artikel. Dalam Al Qur’an (QS;Sajadah:7-8) sendiri sudah dijelaskan panjang lebar tentang penciptaan manusia

“Dialah Yang menciptakan segalanya dengan sebaik-baiknya, Dia mulai menciptakan manusia dari tanah liat. Kemudian Ia menjadikan keturunannya dari sari air yang hina.” (QS;Sajadah:7-8)
Dalam membahas sperma tentunya kita harus mengetahui proses pembuatan sperma (spermatogenesis) Spermatogenesis terjadi di dalam di dalam testis, tepatnya pada tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang mana bertujuan untuk membantu sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis.
Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogenia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Setelah melewati beberapa minggu, setiap spermatosit primer membelah secara meiosis membentuk dua buah spermatosit sekunder yang bersifat haploid. Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis membentuk empat buah spermatid. Spermatid merupakan calon sperma yang belum memiliki ekor dan bersifat haploid (n atau mengandung 23 kromosom yang tidak berpasangan). Setiap spermatid akan berdiferensiasi menjadi spermatozoa (sperma).
Proses perubahan spermatid menjadi sperma disebut spermiasi.
Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor. Kepala sperma terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma. Pada bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum. Pada ekor sperma terdapat badan sperma yang terletak di bagian tengah sperma. Badan sperma banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma. Semua tahap spermatogenesis terjadi karena adanya pengaruh sel-sel sertoli yang memiliki fungsi khusus untuk menyediakan makanan dan mengatur proses spermatogenesis.
Bentuk/ Desain sperma
Sperma adalah sel yang diproduksi oleh organ kelamin laki-laki dan bertugas membawa informasi genetis laki-laki ke sel telur dalam tubuh wanita. Tahukah anda, bagaimana struktur sperma yang sesungguhnya?
Bila diamati lebih dekat, sperma terlihat persis seperti sebuah mesin yang khusus didesain untuk mengangkut muatan genetis. Bagian depan sperma tertutup oleh pelindung. Terdapat sebuah lapisan pelindung lain di bawah lapisan pertama tersebut, dan di bawah lapisan kedua ini terdapat kargo muatan yang dibawa oleh sperma tersebut. Dalam muatan ini terdapat 23 kromosom yang dimiliki oleh laki-laki. Segala informasi mengenai tubuh manusia, bahkan hingga seluk-beluknya yang paling kecil, tersimpan dalam kromosom ini. Agar seorang anak manusia terbentuk, 23 kromosom dalam sperma harus bersatu dengan 23 kromosom dalam sel telur Ibu. Dengan cara demikian, bahan dasar pertama manusia berupa 46 kromosom akan terbentuk.
Sistem pelindung pada kepala sperma tersebut akan melindungi muatan berharga ini dari segala mara bahaya selama perjalanannya. Tapi, desain pada sperma tidak terbatas sampai di sini. Terdapat mesin bertenaga sangat kuat di bagian tengah sperma. Bagian belakang mesin tersebut terhubungkan dengan ekor sperma. Daya yang dihasilkan mesin ini memutar ekor bagaikan baling-baling dan memungkinkan sperma meluncur dengan cepat. Keberadaan mesin pendorog ini tentunya membutuhkan bahan bakar yang memungkinkannya bekerja. Kebutuhan ini telah diperhitungkan, dan bahan bakar paling produktif untuk mesin tersebut, yaitu gula fruktosa, telah tersedia dalam bentuk cairan yang melingkupi sperma. Dengan cara demikian, bahan bakar untuk mesin tersebut telah tersedia di sepanjang perjalanan yang akan ia tempuh. Dengan desain yang sempurna ini, sang sperma bergerak cepat dan langsung mengarah ke sel telur.
Ketika ukuran panjang sperma dan jarak perjalanan yang ia tempuh tersebut kita cermati, akan terlihat bahwa sperma layaknya sebuah mesin berkecepatan tinggi. Pembuatan mesin-mesin ajaib ini dilakukan dengan cara yang sangat ahli. Di dalam tiap testis, yang merupakan pusat produksi sperma dalam organ reproduksi pria, terdapat tabung mikroskopis dengan panjang total mencapai 500 meter. Proses produksi di dalam tabung-tabung mungil ini persis layaknya sistem perakitan menggunakan ban berjalan pada pabrik modern. Bagian pelindung, mesin, dan ekor sperma dipasang satu per satu secara bergantian. Yang muncul sebagai hasilnya adalah sebuah keajaiban teknik yang luar biasa.
Kita hendaknya berpikir sejenak menghadapi kenyataan ini. Bagaimana sel-sel yang tidak memiliki kemampuan berpikir ini mengetahui bagaimana mempersiapkan sperma dalam bentuk yang tepat, padahal mereka sama sekali tidak mengetahui seluk-beluk tubuh wanita? Bagaimana mereka belajar membuat pelindung, mesin dan ekor yang akan dibutuhkan oleh sperma ketika berada dalam tubuh sang ibu? Dengan kecerdasan apa mereka dapat merakit komponen-komponen ini dalam urutan yang benar? Bagaimana mereka tahu bahwa sperma akan membutuhkan fruktosa? Bagaimana mereka belajar membuat sebuah mesin yang bergerak dengan bahan bakar fruktosa? Hanya ada satu jawaban atas semua pertanyaan ini. Sperma dan air mani yang mereka tempati diciptakan secara khusus oleh Allah demi kelestarian umat manusia.
Sperma ketika membuahi sel telur
Terjadi perlombaan yang sengit ketika sekitar 250 juta sperma pada satu waktu dikirimkan ke rahim sang Ibu. Angka ini sengaja dibuat tinggi, sebab segera setelah sperma-sperma ini memasuki tubuh sang Ibu mereka mendapati diri mereka berhadapan dengan bahaya mematikan. Terdapat campuran pekat asam di dalam organ reproduksi sang Ibu yang menghalangi pertumbuhan bakteri. Campuran asam ini juga mematikan bagi sperma. Dalam beberapa menit saja, dinding rahim diliputi jutaan sperma yang mati. Beberapa jam kemudian, sebagian besar dari 250 juta sperma tersebut akan mati. Senyawa asam ini, yang sangat penting bagi kesehatan sang ibu, sungguh sangat ampuh sehingga dengan mudah mampu membunuh semua sperma yang memasuki rahim. Pada peristiwa ini, pembuahan tidak dapat terjadi, dan ras manusia akan punah.

Akan tetapi Allah, yang menciptakan sperma, juga menciptakan pencegahan melawan bahaya yang akan ditemui sperma dalam rahim sang Ibu. Pada saat sperma sedang diproduksi dalam tubuh sang ayah, senyawa basa ditambahkan pada cairan yang berisi sperma tersebut. Senyawa ini menurunkan pengaruh asam dalam rahim sang Ibu. Oleh sebab itu, sejumlah sperma lolos memasuki rahim sang Ibu dan berhasil mencapai pintu masuk ke tuba fallopi.
Semua sperma tersebut bersama-sama pergi menuju arah yang sama, yakni menuju sel telur. Tapi, bagaimana mereka dapat menemukan arah yang tepat ini. Bagaimana mereka mengetahui letak sel telur, yang tidak lebih besar daripada setitik debu? Sperma mampu menemukan jalan ke arah telur akibat adanya satu sistem lain yang tercipta sempurna yang ikut berperan. Sang telur melepaskan zat kimia untuk menarik perhatian sperma, yang berada sekitar 15 cm darinya, ke arah telur tersebut. Sperma ini bergerak lurus ke arah telur setelah menangkap signal kimia tersebut. Singkatnya, sel telur yang sama sekali tidak mengenali sperma tersebut, dan belum pernah berhubungan dengan mereka sebelumnya, memanggil sperma ini untuk datang padanya, dan melakukan penyatuan. Penyatuan satu sel sperma dengan sel telur ini dikenal dalam dunia kedokteran dan biologi sebagai pembuahan atau fertilisasi. Dua sel, yang sama sekali belum pernah kenal, mampu untuk saling berkomunikasi. Ini adalah satu bukti lagi bahwa telur dan sperma diciptakan dalam bentuk paling ideal satu sama lain. Begitulah, bahkan sekedar penyatuan sperma dan telur hanya mungkin terjadi karena adanya suatu perencanaan dan desain sempurna oleh Allah; Dialah Pencipta Yang Maha Perkasa.

Tuesday, July 6, 2010

Kala kehidupan sepi menyapa
Kala dinginnya malam menusuk tulang
Kala senja menyinari bumi
Kala rintangan menghadang
Kala rindu tak tertahan lagi
Kalah menang dalam sepak bola itu biasa jangan bersedih